Manusia seringkali
membuat keputusan didasari oleh rasa , keputusan yang didasari oleh rasa tak membutuhkan
logika karena ia bukan keputusan matematika , rasa hanya butuh alasan yang
menyenangkan jiwa dan memuaskan nafsu.
Logika
matematik hanya digunakan untuk menguatkan alasan bagi sebuah keputusan atas
dasar rasa, logika matematik hanya dipakai dalam ruang kajian ilmu pengetahuan
adapun implementasi dari ilmu pengetahuan harus mengindahkan keinginan yang
timbul dari rasa.
Secara
logika matematika hanya benda dengan BJ (berat jenis) lebih kecil dari air yang
bisa mengambang diatas air seperti kapas , kayu , daun, karena BJ yang lebih berat akan menahan BJ
yang lebih ringan.
Tapi rasa keinginan
memindahkan berpuluh ton mineral emas agar bias dijual dari pulau papua ke
sebuah kota di tengah eropa membuat para insiyur membuat kapal dari besi yang
BJ nya jauh lebih berat dari BJ air. Dan mereka berhasil.
Untuk
mengerakkan atau memutuskan sesuatu musti ada rasa, yang kemudian dicari alasan
pendukungnya sehingga nampak logis untuk melakukan sesuatu.
Suatu aksi
tanpa rasa seperti makanan tanpa garam atau pergi tanpa tujuan.
Rasa bak
pisau bermata dua ia bisa digunaka untuk kebaikan juga untuk kejahatan
tergantung kepada si empunya rasa tsb.
Dari mana
rasa muncul?
Rasa muncul
dari hasil interaksi terhadap sesuatu baik melalui mata (berupa gambar),
telinga (suara), hidung (aroma) , kulit (suhu) , lidah (rasa) , dan panca
indera lainnya kemudian di tampilkan
dalam imajinasi fikiran yang mengabungan hasil interaksi indah/buruk,
merdu/rusak, wangi/bau, dingin/panas, kasar/lembut, asam/asin/manis/pedas ,
menghasilkan sensasi yang melahirkan sebuah keputusan yang menghasilkan respon
senang, sedih , gembira, marah, suka , benci dstnya. Dari sinilah akan muncul
keputusan menilai & bersikap terhadap sesuatu.
Prilaku/etika
seseorang akan memberikan respon reaksi sekitarnya yang akan menghasilkan
sebuah rasa, sehingga prilaku/etika menjadi pemicu timbulnya rasa.
Sehingga
secara umum akan terlihat pola hubungan :
Prilaku
-> Rasa -> Keputusan
merubah Prilaku diri bisa mengubah Rasa & Keputusan lawan
Begitupun sebaliknya
keputusan dapat merubah rasa dan prilaku
Keputusan
-> Rasa -> Prilaku
merubah Keputusan diri akan merubah Rasa dan Prilaku lawan.
Kesimpulannya untuk merubah kondisi eksternal maka rubahlah sisi internal.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah diri mereka sendiri,” (QS. Ar-Ra'd:11)
Wallahu'alamu bishowab.