Sebagian orang terkagum-kagum dengan ekonomi negara-negara yang diangap maju , karena rasio gini nya kecil, karena dapat membangun kota-kota besar dengan bandara, hotel mewah , taman- taman kota dan fasilitas publik lainnya yang nyaman. Sementara di satu sisi orang merasa malu melihat negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama islam ekonominya seolah terbelakang , bandara dan gedung – gedung nya biasa saja begitupun pembangunan fasilitas publik ala kadarnya.
Timbul sebuah pertanyaan mengapa ekonomi “mereka” maju mengapa ekonomi “kita” terbelakang?
Darimana kemajuan ekonomi “mereka” berasal.
Sejatinya kemajuan ekonomi harus ditopang oleh “kekuatan ekonomi” tanpa adanya kekuatan ekonomi maka kemajuan ekonomi adalah sebuah mimpi.
Apa sajakah instumen kekuatan ekonomi ?
1. Sumber Daya Manusia (pelaku)
2. Organisasi (berbagi peran)
3. Sumber Daya Alam (bahan baku)
4. IpTek (Pengetahuan & Teknologi)
5. Produktifitas (ide & kreatiftas menghasilkan barang/jasa)
6. Pasar (lokasi perputaran barang/modal, bertemunya pelaku pasar, transaksi, ketentuan)
7. Uang (memiliki nilai stabil & diakui sbg alat tukar)
8. Otoritas (pembuat kebijakan, pelaksana & pegawas)
9. Aturan Main (alat tukar/uang , pasar , kebijakan moneter,SDM, SDA, distribusi kekayaan)
Sederhananya kita misalkan ada 2 orang tetangga bernama Abu & Abi yang tinggal disebuah desa
Abu memiliki 12 orang anak dan sawah 12 hektar tanah sawah, sementara Abi hanya memiliki 9 orang anak dengan luas sawah hanya 9 hektar.
Keduanya adalah petani yang menanam padi dan memanennya dalam jangka waktu 3 bulan sekali
Abu mengerahkan semua anaknya untuk mengerjakan sawahnya, masing-masing anak dapat jatah mengerjakan 1 hektar sawah mulai dari mengemburkan dengan cangkul, pembibitan, menanam & mengairi, kecuali memanen mereka kerjakan secara bersama-sama dengan ani-ani terkadang mengunakan arit, sementara Abu mengawasi semua prosesnya dan menjualnya dengan tengkulak dilokasi sawahnya saat panen. Meskipun anak-anak abu sudah bekerja keras mulai pagi hingga petang namun karena pengerjaannya mengunakan cangkul dan alat-alat tradisional lainnya, mengakibatkan waktu pengerjaan yang lebih lama dan produktifitas hasilnya tidak maksimal, ditambah lagi dibeli oleh tengkulak dengan harga murah, karena sudah di ijon dengan bibit dan pupuk saat masa tanam mulai.
Berbeda dengan Abi dia membagi pekerjaan anak-anaknya dengan cara jenis pekerjaanya, ada yang ditugasi untuk menghitung estimasi keuntungan dan biaya pengerjaan pembibitan hingga panen (bagian pembantu) , karena keluarga Abi menyewa alat-alat tanam hingga panen, sewa mobil pengangkut dan juga pupuk untuk meningkatkan produksi padi sawahnya. Ada yang ditugasi untuk mengatur waktu tanam , merawat hingga panen agar hasil panen maksimal dan berkualitas (bagian produksi) , ada pula yang ditugaskan untuk mengetahui jenis padi yang disukai konsumen dan menjual ke pasar – pasar yang membutuhkan jenis tersebut sehingga memperoleh keuntungan yang maksimal (bagian sales & marketing).
Dari ilustrasi diatas dapat disimpulkan kekuatan ekonomi (income) keluarga Abi akan lebih kuat ketimbang keluarga Abu, karena keluarga Abi memanfaat SDM dengan maksimal dalam bentuk organisasi yang membagi peran dan tanggung jawab masing-masing SDM kemudian Ia juga memanfaat sumber daya alam yang ada dengan bantuan ilmu pengetahuan serta teknologi yang membuat hasil panen berkualitas dan berlimpah. Tak ketinggalan ia juga memanfaatkan pengetahuan tentang Pasar untuk memotong rantai biaya distribusi dan biaya gudang serta menjamin berasnya laku langsung ke pelangan nya di pasar, sehingga keuntungan nya berupa Uang bisa maksimal secara Tunai. Selain itu keluarga Abi juga membuat Aturan Main jika membutuhkan bantuan modal usaha , mereka tidak akan berhutang melainkan mengunakan skema kerjasama bagi hasil atau sewa dengan batas maksimal harga sewa adalah 50% dari total estimasi keuntungannya serta penambahan modal usaha tersebut harus memberikan kontribusi keuntungan minimal 10%, jika syarat-syarat ini tidak terpenuhi maka keluraga Abi tidak akan berhutang, karena hutang akan menurunkan Buying Power/Income mereka yang pada akhirnya melemahkan kekuatan ekonomi mereka.
Untuk skala negara sebenarnya tinggal men Scale Up dari kasus Abu & Abi tadi dgn tambahan instrumen yg dianggap perlu, kita ambil contoh negara islam yang dibentuk Nabi di Madinah.
Tahun 1 Hijriah saat Nabi & para sahabat hijriah disana, ekonomi masyarakat Madinah sudah ada dan sudah lama di kuasai oleh para ekonom Yahudi, mereka menguasai Pasar Barang seperti pasar an-Nabit hingga pasar bani Qainuqa pasar terbesar yang dimiliki oleh Yahudi madinah berada di kawasan Baqi’ & mereka juga menguasai Pasar Modal di Madinah, mereka menguasai jalur distribusi barang & uang penduduk madinah , mereka juga memiliki para pedagang di pasar-pasar mereka, memiliki para pemodal yang memberikan hutang maupun berdagang secara riba dengan orang-orang non yahudi , tapi tidak untuk sesama mereka , sehingga menurunkan daya saing dagang orang-orang mandinah non yahudi. Yahudi madinah juga memiliki lahan pertanian diwilayah subur Khaibar, praktis penduduk madinah sangat bergantung kepada para pelaku ekonomi yahudi , mulai dari barang , uang hingga pasar, belum lagi lobi-lobi pemimpin yahudi dengan kekuatan ekonominya mempengaruhi para pemimpin suku-suku di madinah , membuat rakyat & pemimpin suku-suku besar di Madinah seperti Aus & Khazraj tak berdaya di adu domba dan semakin masuk dalam perangkap Yahudi, di eksplotasi secara politik, kekuasaan dan ekonomi untuk mensejahterakan Yahudi.
Lalu apa yang dilakukan oleh Nabi untuk mengubah keadaan yang sudah sangat akut ini.
Hal pertama tentunya Nabi mempersiapkan SDM – SDM yang bertakwa yang siap “mendengar & taat” terhadap apapun perintah Nabi.
Kedua nabi & para sahabat yang memahami tentang pasar dan perdagangan untuk melakukan survei ke pasar-pasar yang ada di madinah untuk melihat apakah ada pasar yang terlepas dari unsur Riba, Judi dan Penipuan dalam bertransaksi jual belinya. Namun tidak ada satupun pasar dimadinah yang terlepas dari unsur Riba, Judi dan Penipuan.
Akhirnya nabi memutuskan untuk membangun Pasar Baru untuk kaum muslimin yang terbebas dafi unsur riba, judi dan penipuan, lokasi yang dipilih adalah di wilayah Baqi Al Zubair berdekatan dengan pasar besar milik Yahudi bani Qainuqa, akan tetapi rencana nabi membangun pasar ini menimbulkan ancaman ekonomi yahudi & kemarahan pemimpin yahudi bani qainuqa yang bernama Ka’ab bin Ashraf, sehingga Ka’ab bin Ashraf memerintahkan kaumnya untuk merobohkan tenda-tenda dan memotong tanda batas-batas Pasar Baru kaum muslimin tersebut.
Mendapat perlakuan seperti itu, Nabi dengan tenang berkata :
“ Demi Allah, aku akan membangun pasar yang akan membuatnya lebih marah lagi.”
Maka di carilah lokasi berikutnya dan jatuh pada daerah Manakhah dekat pekuburan bani Sa’idah salah satu suku Khazraj Madinah. Saat mennadai wilayah pasar tersebut nabi bersabda :
"Ini pasar kalian. Jangan ada yang menindas orang lain, jangan pula dikenai pajak!"
Pasar Baru yang dibangun nabi ini unik , hanya kapling-kapling diatas hamparan tanah luas tanpa tenda dan bangunan permanen, tidak boleh ada orang yang memiliki kapling untuk selamanya , yang datang lebih awal, berhak menempati lokasi kapling yang ia suka.
Aturan lainnya di Pasar Baru ini tidak boleh ada pungutan pajak ataupun pungli agar harga barang tidak memberatkan konsumen.
Transaksi jual beli dipasar ini mengunakan alat tukar Dinar & Dirham serta tidak boleh ada unsur riba , unsur penipuan maupun unsur judi/spekulasi. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban pasar baru ini maka nabi menunjuk sahabat Umar bin Khatab sebagai pengawas pasar dan penarik zakat perdagangan nya. Siapapun yang berdagang di pasar ini syaratnya wajib mengetahui ilmu agama sebagaimana yang dikatakan oleh sahabat Umar ibnu Khatab :
“Janganlah ada yang berani berdagang di pasar kita selain orang yang telah berilmu, bila tidak, niscaya ia akan memakan riba.”
Selain membangun pasar baru untuk umat islam, Nabi juga mendorong produktifitas umat islam untuk substitusi & menyaingi dominasi produk – produk Yahudi , Nabi menganjurkan setiap muslim bekerja & memproduksi barang kebutuhan sesuai keahlian dan kemampuannya, ada yang berkebun, beternak dan lain sebagaianya.
“Siapa yang menghidupkan tanah yang mati, maka tanah itu menjadi miliknya.”
Perintah ini langsung dilaksanakan oleh Sahabat Ali ibn Abi Thalib dengan menghidupkan tanah dekat mata air di Yanbu’. Zubair ibn Awwam mengambil sepetak tanah tak terurus lainnya di Madinah. Diikuti kemudian oleh sahabat-sahabat lainnya yang sangat bersemangat untuk dapat hidup mandiri dan produktif.
Kaum muslimin dari golongan muhajirin maupun anshar berlomba menyambut seruan ini dengan mencari lahan-lahan yang terlantar kemudian menghidupkannya menjadi kebun-kebun yang bisa menghasilkan berbagai macam kebutuhan pangan.
Tercatat kemudian muncul kawasan-kawasan pertanian baru yang produktif seperti Wadi Al-Aqiq, Wadi Bathhan, Wadi Mahzuz, Wadi Qanah, Wadi Ranuna, Wadi Al-Qura, Wadi Waj, Wadi Laij, dan sebagainya. Padahal, sebelumnya kawasan-kawasan tersebut adalah kawasan telantar yang hanya ditumbuhi semak belukar.
Dilain pihak para saudagar muslim semisal Usman bin Affan , Abu Bakar as Siddiq, Abdurahman bin Auf dan yang lainnya membuka jalur distribusi perdagangan dari luar masuk ke dalam Madinah dan sebaliknya juga dari Madinah keluar daerah lainnya, sehingga menciptakan perputaran perdagangan yang membawa keuntungan untuk masyarakat Madinah.
Kombinas SDM kaum muslimin di Madinah yang bertaqwa, di organisasikan menurut tugas dan tanggung nya masing-masing, sehingga SDA yang ada di Madinah menjadi lebih produktif dan semakin optimal mutunya & kuantitasnya dengan adanya iptek , kemudian hasilnya dipasarkan di Pasar Manakhah yang terbebas dari unsur riba dengan mengunakan dinar & dirham sebagai alat tukar, serta kerjasama bagi hasil , juga terbebas dari unsur judi/speklulasi/ketidakjelasan dan unsur penipuan (misal susu dicampur air, kurma diberi air agar berat, takaran yang tidak sesuai), ditambah lagi pengawasan kejujuran dan penerapan sanksi bagi pedagang yang melanggar membuat pasar manakhah menjadi tujuan para pembeli dan pedagang di seantero kota Madinah yang pada gilirannya meruntuhkan dominasi ekonomi Yahudi hanya dalam hitungan 2 tahun saja.
Bani Qainuqa di usir dan pemimpinnya Ka’ab bin Ashraf yang selalu menyakiti kaum muslimin di eksekusi, karena mereka memulai peperangan dengan melecehkan seorang muslimah di pasar mereka dan membunuh seorang muslim yang menolong muslimah tersebut dari pelecehan Yahudi.
Dengan terusirnya bani Qainuqa ke Khaibar, maka dominasi ekonomi dan politik mereka pun lenyap dari bumi Madinah.
Kunci dari keberhasilan semua ini adalah adanya orang-orang beriman dan bertakwa di kalangan anshar maupun muhajirin,
Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa mendapat kemenangan (QS An Naba : 31)
andaikan kualitas anshar dan muhajirin seperti abdulah bin ubay (munafik) semua tentulah kemenangan dan kejayaan ini tidak pernah terjadi di bumi Madinah.
Fa’tabiru ya ulil abshor
Wallahu’alamu bishowab.
D 09022020 : 17.13